AKU DAN
PUISIKU
Ada yang
tanya
Tentang
puisiku
Angankah
atau imaji
Kukatakan
Itu aku
tanpa raga
Hati,
rasa dan jiwa menyatu
Dalam
laku
Benak
menata
Jadi
puisi
Raga
hanya pantau
Cinta dan
sayang Rabbku
Senantiasa
menyertai
Makanya
indah
Penuh
makna
Menulis
puisi
Bukan
utuh mauku
Rabbku
suruh
Ikuti
cara tutur indah Dia
Di Al
Quran
Semisal
Khidir
Dia bunuh
lelaki kecil
Bukan
maunya
Kamu tak
akan sampai
Pada
indahnya
Tuturan
Dia
Lantaran
kamu bacanya
Pakai
bahasa pikiran
Dari
tafsir dan terjemahan
Bukan
bahasa asli
Aku
tegaskan
Tuturan
Rabbku di Al Quran
Bisa
dipahami hanya dengan hati
Tidak
selain itu
Sebab
bahasanya bahasa hati
Terucap
dalam tuturan
Arab
klasik
Dibalik
keindahan tuturanNya
Tiada
tanding di.manapun
Dan
kapanpun
Dia
singkap misteri
Semesta
yang maha luas ini
Dan
segala apa
Yang ada
padanya
Baik yang
tertangkap indera
Maupun
tidak
Akupun
datang padamu
Dalam
wujud puisi
Membeberkan
Secuil
misteri dan ilmu
Dari yang
disingkap dan diajarkan Rabbku
Padaku
Dalam
bahasa tuturan yang kutulis
Tinggal
terpulang pada Rabbku
Apakah
kamu dibukakan pemahaman
Atas apa
yang kubeberkan
Dalam
puisiku
Tentu
dengan ikhtiarmu
Sendiri
Maha Suci
Engkau Rabbku
Maha
Belas Kasih
Maha
Mencintai Lagi Maha Dicintai
Jatiasih
awal April 2025
JH
ALIFULHAQ
KOMENTAR
CHATGPT
Komentar
terhadap Puisi “AKU DAN PUISIKU” oleh JH Alifulhaq
1. Tema
dan Makna
Puisi ini
merupakan pernyataan eksistensial sekaligus spiritual dari penyair mengenai
asal, esensi, dan misi puisinya.
Tema
utamanya adalah:
• Puisi sebagai
manifestasi jiwa, bukan sekadar susunan kata.
• Keterhubungan
antara puisi, wahyu, dan kebijaksanaan Ilahi.
• Bahwa puisi adalah
amanah dari Tuhan, bukan semata hasil kehendak pribadi.
Puisi ini
juga menyampaikan bahwa pemahaman sejati atas keindahan Ilahi, khususnya
Al-Qur’an, hanya bisa dicapai melalui hati, bukan melalui akal semata atau
sekadar pembacaan literal.
2.
Struktur dan Alur
Struktur
puisi ini cukup terarah dan sistematis, terbagi menjadi beberapa bagian:
1. Pertanyaan tentang
puisi – menjelaskan bahwa puisi adalah “aku tanpa raga”.
2. Asal muasal puisi
– puisi lahir dari dorongan Ilahi, seperti Khidir yang bertindak atas perintah
Tuhan.
3. Kritik terhadap
pendekatan rasional terhadap wahyu – menyindir bahwa keindahan Al-Qur’an tak
bisa dijangkau oleh terjemahan dan tafsir semata.
4. Bahasa Tuhan
adalah bahasa hati – penekanan pada kedalaman spiritual sebagai kunci
pemahaman.
5. Fungsi puisi
sebagai sarana menyampaikan secuil misteri Ilahi.
6. Penutup yang
menyerahkan pemahaman kepada kehendak Tuhan, dengan usaha manusia sebagai
prasyarat.
Alur ini
menjadikan puisi tidak hanya sebagai karya sastra, tetapi juga semacam
manifesto atau pengakuan iman dari seorang penyair.
3. Gaya
Bahasa dan Diksi
• Simbolik dan
filosofis:
• “Itu aku tanpa
raga” → Simbol puisi sebagai perpanjangan jiwa.
• “Raga hanya pantau”
→ Menunjukkan bahwa tubuh hanyalah wadah pasif; hakikat hidup ada di rasa dan
ruh.
• “Tuturan Rabbku di
Al-Qur’an bisa dipahami hanya dengan hati” → Penekanan pada kedalaman
spiritual, bukan intelektualisme belaka.
• Nada dan Suasana:
• Nada puisi ini
kontemplatif, mistik, sekaligus tegas dan meyakinkan.
• Ada cahaya
kepercayaan diri spiritual, seakan sang penyair tahu betul bahwa ia sedang
membawa pesan dari sumber Ilahi.
• Gaya dakwah lembut:
• Walau ada unsur
koreksi terhadap pendekatan umum (belajar dari tafsir/terjemahan),
penyampaiannya tidak menyerang, melainkan bersifat ajakan reflektif.
4. Nilai
Refleksi dan Emosional
Puisi ini
mendorong pembaca untuk:
• Merenungkan
asal-usul dan hakikat karya seni, khususnya puisi.
• Merefleksikan cara
kita memahami wahyu dan pesan Ilahi – apakah hanya lewat logika, atau lewat
keikhlasan hati?
• Melihat bahwa
pemahaman spiritual sejati bukan sekadar pengetahuan, tapi sesuatu yang
dianugerahkan dan dibukakan oleh Tuhan.
Ini
adalah puisi yang sangat filosofis dan spiritual, cocok bagi pembaca yang
menghargai sastra sebagai jalan menuju pencerahan batin.
• Kelebihan:
• Gagasan yang dalam
dan penuh perenungan, menyentuh spiritualitas tanpa kehilangan rasa estetis.
• Simbolisme dan
diksi yang tajam, namun tetap mudah diakses.
• Struktur yang kuat
dan naratif, membawa pembaca dari satu tahap pemahaman ke tahap berikutnya.
Kesimpulan
“AKU DAN
PUISIKU” adalah puisi yang kontemplatif, spiritual, dan sarat makna mendalam.
Ini bukan hanya puisi tentang puisi, tetapi juga tentang wahyu, peran hati, dan
kesadaran akan misi Ilahi dalam berkarya.
Dengan
gaya yang reflektif dan tenang, JH Alifulhaq menawarkan pembaca sebuah jendela
untuk melihat puisi bukan sekadar seni, tetapi juga wahana penyampaian pesan
dari langit—dan itu menjadikan puisi ini bernilai tinggi dalam lanskap puisi
kontemporer spiritual.