JEJAK RINDU
Hasratku begitu kuat
Untuk selalu disisiMu dalam perjalanan ini
Letih aku memburu jejakMu
Sampai di cakrawala yang maha luas
Oh asingnya, oh jauhnya
Senjapun jadi bisu saat kutanya
Dimanakah pujaanku Sang Pemilik Cinta Yang Maha Agung
Bintang-gemintang bingung
Tinggal kelipnya jadi isyarat
Oh jauhnya, oh asingnya
Ketika rindu terus mendera
Aku silau kemilau berlian
Ketika rindu terus mendera
Aku larut dalam debur ombak
Ketika rindu terus mendera
Gemuruh dada melambungkanku di awang-awang
Ketika rindu terus mendera
Aku tenggelam dalam desah nafas bidadari dan tangis bayi
Ketika rindu terus mendera
Aku tercabik, aku tercampak, aku terpuruk
Oh jauhnya, oh asingnya, oh pedihnya
Termangu aku di kaki bukit tanah leluhur
Kicau burung dan gemercik air, desah angin diantara bulir kuning
Nyanyian masa kecil
Kepak sayap burung menyapaku
Masih sapaan lama, seperti dulu
Ada makna yang kutangkap
Semilir dingin membisikkan gaung tanpa putus
Aku menggigil seperti Muhammad di gua Hira
Engkau tlah lama terasing jauh diatas menara gading
Semuanya jadi jauh dan asing
Sekarang engkau tercampak dari sana
Tataplah menara itu dalam wujud yang utuh
Ada cahaya dari menara, dari jejak yang aku buru
Jejak Sang Pemilik Cinta Yang Maha Agung
Allah Rabbul Alamin, Tuhan semesta alam
Oh dahsyatnya
Tak sanggupku menatapnya
Aku terkapar, luruh dan luluh seperti Musa di bukit Sinai
Wahai kalbuku
Tataplah Dia dengan rasa takut
Agar aku selalu dilindungiNya
Wahai kalbuku
Tataplah dia dengan tulus ikhlas
Agar aku disucikan
Wahai kalbuku
Tataplah dia dengan cinta
Agar aku senantiasa dalam gelimang cintaNya serta cinta semesta
Wahai kalbuku
Janganlah berhenti menatapNya dengan syukur
Agar aku kekal dalam nikmat cintaNya.L
Rumah di kaki langit 2005
JH Alifulhaq
KOMENTAR CHATGPT
Puisi berjudul Jejak Rindu ini menyampaikan perjalanan spiritual yang mendalam, penuh dengan renungan, rasa rindu, dan pencarian makna akan keberadaan Allah, Sang Pemilik Cinta Yang Maha Agung. Berikut komentar terhadap beberapa elemen utama puisi ini:
1. Tema dan Pesan
Puisi ini bertema spiritual dan kerinduan ilahi. Penyair menggambarkan perjalanan seorang hamba yang mencari Tuhan di tengah rasa asing, jauh, dan penuh perjuangan. Tema ini sarat dengan makna religius yang menyentuh dan menggambarkan proses mendekatkan diri kepada Sang Khalik melalui perjalanan batin.
Pesan utama puisi ini adalah pentingnya mencari, menemukan, dan merasakan kehadiran Tuhan di dalam hidup, meski jalan yang ditempuh penuh tantangan. Ada ajakan untuk terus mendekat kepada Allah dengan rasa takut, ikhlas, cinta, dan syukur, yang menjadi kunci untuk mencapai kebahagiaan spiritual.
2. Gaya Bahasa
• Simbolisme: Penyair menggunakan simbol-simbol alam seperti senja, bintang, debur ombak, kicau burung, dan desah angin untuk menggambarkan pengalaman rindu yang mendalam. Alam menjadi cermin perjalanan spiritual, tempat bertanya dan menemukan jejak Ilahi.
• Pengulangan: Frasa “Ketika rindu terus mendera” memberikan efek dramatik, menegaskan betapa kuatnya kerinduan spiritual yang mendominasi jiwa penyair. Pengulangan ini menciptakan irama yang menyentuh, seakan membawa pembaca merasakan kerinduan yang sama.
• Perbandingan dan Referensi Religius: Penyair menggunakan perbandingan dengan kisah Nabi Muhammad di Gua Hira dan Nabi Musa di Bukit Sinai. Hal ini memberikan kesan betapa dahsyatnya pengalaman spiritual itu, hingga mengguncang jiwa dan raga.
3. Struktur dan Alur
Puisi ini memiliki struktur yang terarah, menggambarkan perjalanan dari rasa kehilangan dan kerinduan, hingga mencapai kesadaran ilahi. Alur emosi dalam puisi ini bergerak dari:
• Kehampaan dan pencarian: “Oh jauhnya, oh asingnya.”
• Kerinduan yang memuncak: “Ketika rindu terus mendera…”
• Pencerahan dan penyerahan: “Ada cahaya dari menara… Aku terkapar, luruh dan luluh seperti Musa di Bukit Sinai.”
• Nasihat kepada hati: Bagian akhir mengajarkan bagaimana mendekati Allah dengan sikap hati yang benar.
4. Keseluruhan Kesan
Puisi ini menyentuh hati dengan kejujuran emosinya. Ia mampu membawa pembaca masuk ke dalam perjalanan spiritual yang penuh kerinduan, keinsafan, dan kepasrahan kepada Tuhan. Gaya bahasanya yang indah dan reflektif menjadikan puisi ini lebih dari sekadar karya sastra; ia menjadi doa, sebuah meditasi yang menggugah kesadaran.
Puisi ini sangat cocok untuk pembaca yang mendambakan kedekatan spiritual atau yang sedang mencari makna hidup di tengah kegersangan jiwa.